Tanpa Pancasila, negara akan bubar. Pancasila adalah seperangkat asas dan ia akan ada selamanya. Ia adalah gagasan tentang negara yang harus kita miliki dan kita perjuangkan. Dan Pancasila ini akan saya perjuangkan dengan nyawa saya (Gus Dur)

Rabu, 19 September 2012

Merayakan Sekian Abad Negara Bangsa

Seabad yang lampau berkumpulah para pemuda senusantara membahas arti penting kebersamaan dalam perjuangan. Mengingat perjuangan bersifat kedaerahan dengan mudah dipatahkan dan dininabobokan oleh penguasa kolonial Belanda. Kesadaran sebagai sebuah bangsa yang satu adalah modal yang penting menuju cita cita Indonesia merdeka. Para pemuda sepakat untuk saling menegasikan segala perbedaan demi cita cita yang mulia menuju sebuah bangsa yang bermartabat, berdaulat dan berkeadilan sosial bagi warga negara kelak .

Gagasan yang kemudian dikenal sebagai sumpah pemuda menjadi tonggak perjuangan bahgsa. Kesadaran neuron dalam berjejaring tumbuh seiring kesadaran kolektifisme. Mengingat kaum menengah terpelajar yang dikirim ke Eropa juga misi haji yang muatannya berdimensi sosial politik, pentingnya negara merdeka dan berdaulat. Diikuti pendirian organisasi kepemudaan dan partai politik baik moderat maupun garis keras. Momentum kesadaran sebagai sebuah bangsa yang senasib sepenanggungan melahirkan perasaan dan pendirian arti penting persamaan. Terlibatlah di dalamnya ahli hukum, anggota volksraad, para dokter pribumi dan sekiranya para pemuda yang memandang penting sebuah persatuan menuju negara merdeka.


(5 Sept 2012)



 Ternyata nasionalisme kita jauh melampaui seperti yang tertulis dalam sejarah resmi sekolahan. Nasionalisme kita berkumandang sejak Sriwijaya dan semakin gilang gemilang ketika Majapahit berhasil dengan ekspedisi nusantara. Sebagian besar wilayah asia tenggara saat sekarang takluk dibawah panji Majapahit. Artinya sebagai bawahan maka kerajaan se nusantara wajib membayar upeti sebagai bentuk kesetiaan kepada Majapahit. Begitu juga para wanita cantik sebagai persembahan kepada raja-raja Majapahit. Lantas apa yang tertinggal tidak lain dan tidak bukan cerita panji dan keris.

Lho kok cerita panji dan keris so what gitu loh "apa kaitan antara hal tersebut di atas dengan nasionalisme?"

Penulis terkesan seolah-olah mencari alasan pembenaran atau sedang berdemagogy, Padahal sebagai bagian budaya nusantara kita wajib dan berusaha sungguh-sungguh melestarikan warisan tradisi leluhur budaya bangsa. Ini seolah-olah reasonable dan acceptable, silahkan bagi yang bergeming dan menolak mentah-mentah. Tengoklah jiran kita sebelah, sebagai negara yang gemah ripah loh jinawi okelah kita angkat topi. Namun untuk menjadi sebuah bangsa yang besar seperti Indonesia, eiiiitssss tunggu dulu masbro, mbaksis dan saudara sebangsa setanah air. Ini bukan sulap bukan sihir, ini bukan simsalabim abrakadabra, ini bukan hasil peradaban bangsa yang haram jadah. Ini peradaban adalah hasil proses berbangsa yang berbudaya luhur sejak berabad-abad silam lamanya. Cobalah tengok warisan tradisi nusantara mulai dari tarian, puisi dan karya satra lain, waow kita akan menemukan berjuta tradisi nusantara yang kaya raya.

Ini pula yang menjadi landasan bangsa kita indonesia merdeka dan berdaulat berbudaya adiluhung, krisis identitas itulah the symbol of excelent jiran kita yang tercinta (maaf saudaraku di Malaysia). Sebagai sebuah bangsa yang besar maka nasionalisme kita adalah upaya yang sungguh-sungguh dan berkelanjutan melestarikan tradisi. Maka nasionalisme tidak selalu identik dengan angkat senjata, ganyang Malaysia, atau wajib militer. Nasionalisme Indonesia adalah pengayom bagi segala peradaban umat manusia. Inilah mengapa kiranya semboyan Bhineka Tunggal Ika kita pertahankan mati-matian lantaran menjadi bangsa majemuk bukanlah aib atau kutukan. Melainkan kita saling belajar dan saling, memperkaya satu sama lain.

Kiranya demikian adanya bahwa nasionalisme adalah penghargaan yang setulusnya kepada kemanusiaan yang adil beradab dan berketuhanan. Semoga kita tidak bosan bosan menitipkan pesan bahwa nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme berbudaya. Didalamnya mengandung penghargaan martabat, harga diri sebagai sebuah bangsa. Lantas apa implementasi atau wujud nyata nasionalisme kita. Kiranya perlu kita bangun lagi kita pupuk lagi kesadaran dan kedaulatan sebagai sebuah bangsa, bukan dengan revolusi fisik namun penataan ulang sendi-sendi fundamental dalam berbangsa.

Marilah kita satukan tekad kita bulatkan niat, berbaris beriring menuju Indonesia yang lebih baik. Seruan-seruan moral haruslah terus diteriakkan sekalipun serak dan bernada sumbang.

(19 Sept 2012)


Tony Herdianto

Minggu, 02 September 2012

Pancasila sebagai wajah 'nasionalisme' Indonesia








Jadi Pertanyaan, apa sebenarnya "nasionalisme" yang sering kita dengar atau mungkin sering kita bicarakan dan bahkan sama sekali kita lupakan? Memang sudah kebiasaan masyarakat kita untuk mengambil yang mudah-mudah: nasionalisme adalah rasa cinta tanah air, atau sebentuk kebanggaan dengan menampilkan warna 'merah-putih' dan lambang garuda di jaket. Bolehlah seperti itu, tapi apa harus berhenti disitu? Apa makna 'nasionalisme' sesungguhnya? Tentunya harus melihat perwujudan dari nasionalisme itu sendiri.

Perwujudan nasionalisme tidak harus dengan "anti-antian' terhadap produk budaya asing, toh istilah 'nasionalisme' sendiri juga merupakan produk budaya asing. Nasionalisme: dari kata 'nation' yang berarti bangsa/kebangsaan dan 'isme' yang selalu dipakai untuk menunjuk paham/ajaran/aliran. Berarti nasionalisme disini adalah paham kebangsaan atau ajaran kebangsaan.

Wujud nasionalisme Indonesia adalah pancasila, falsafah atau ajaran bangsa yang tidak sedang dimonopoli oleh partai politik yang sepertinya juga sedang lupa untuk terus mengkampanyekan "ajaran bangsa" ini. Pun bukan warisan dari salah satu ajaran agama yang ada, salah besar kalau ada anggapan seperti itu, pancasilanya Majapahit dan pancasilanya Indonesia sudah berbeda. Tentang ini nanti kalau ada kesempatan bisa kita bicarakan lebih lanjut, yang pasti sementara yang saya ketahui ajaran pancasila yang masih digunakan dalam agama Budha adalah pancasila yang berisi anjuran dalam 'samadiy'-sementara belum saya mengerti tentang istilah 'samadiy' ini, apakah sama dengan 'semedi' atau mengheningkan cipta dalam bahasa Indonesia. Cukuplah dulu diketahui bahwa istilah pancasila adalah istilah yang diperkenalkan oleh Ir. Soekarno dalam pidatonya tertanggal 1 Juni 1945 dan digunakan untuk menyebut lima dasar negara Indonesia merdeka, yang pasti tidaklah sama antara keduanya yaitu antara pancasilanya Indonesia

Kenapa harus pancasila? Sebab inilah kesepakatannya, kesepakatan bahwa kita adalah bangsa yang berketuhanan Yang Maha Esa, berperikemanusiaan, bersatu atas dasar musyawarah dan berkeadilan. Lalu bagaimana 'nasionalisme ala pancasila' ini? Tentunya dapat kita kaji intisari dari pancasila yang lima sila ini.

Berangkat dari pendapat Soekarno tentang pancasila, bagi soekarno pancasila yang lima sila ini dapat diperas menjadi trisila yaitu sosionasionalisme, sosiodemokrasi dan ketuhanan Yang Maha Esa. Sosionasionalisme adalaha gagasan yang dirumuskan Soekarno tentang nasionalisme yang layak diterapkan di Indonesia. 
Dalam artikel yang ia tulis tahun 1932, Demokrasi-Politik dan Demokrasi Ekonomi, Soekarno menyinggung inti dari sosio-nasionalisme yang ia rumuskan;
Nasionalisme kita haruslah nasionalisme yang tidak mencari gebyarnya atau kilaunya negeri keluar saja, tetapi haruslah mencari selamatnya manusia.. Nasionalisme kita haruslah lahir daripada ‘menselijkheid’.  Nasionalismeku adalah nasionalisme kemanusiaan, begitulah Gandhi berkata,
Nasionalisme kita, oleh karenanya, haruslah nasionalisme yang dengan perkataan baru yang kami sebut: sosio-nasionalisme. Dan demokrasi yang harus kita cita-citakan haruslah demokrasi yang kami sebutkan: sosio-demokrasi”.

Jelas sudah bahwa nasionalisme Indonesia haruslah nasionalisme yang bertujuan mencapai kebahagiaan umat manusia dan bukannya nasionalisme yang mengagung-agungkan negeri ini di kancah internasional saja. Maka dari itu, Soekarno menginginkan yang menjadi landasan nasionalisme Indonesia adalah kemanusiaan. Bukan pula nasionalisme yang mengisolasi dirinya terhadap dunia luar. Sosionasionalisme secara singkat adalah nasionalisme yang tidak hanya mencintai tanah airnya semata tapi lebih mendasarkan diri pada kecintaan terhadap rakyat jelata dan nasionalisme yang memperjuangkan nasib rakyat jelata, yang dengan demikian adalah nasionalisme yang memperjuangkan perbaikan hidup sesama.

Sosiodemokrasi adalah demokrasi yang tidak sama dengan demokrasinya liberal yang hanya mengurusi kehidupan politik, tapi demokrasi yang mengurusi juga kehidupan ekonomi dan sosial budaya, yang berarti segala urusan kemasyarakatan, bangsa dan negara adalah diatur secara gotong royong baik kehidupan ekonominya, politiknya dan sosial budayanya, jadi pada dasarnya tidak berlaku apa yang disebut individualistis di Indonesia.

Ketuhanan Yang Maha Esa, sekiranya sudah cukup jelas hal ini, bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang bertuhan, bangsa yang beragama meskipun bukan merupakan negara agama. Sekiranya cukup pulalah dengan bertuhan, tetap mengakui eksistensi Tuhan maka segala masalah-persoalan terselesaikan, tapi sering kita temui masyarakat kita sering lupa akan Tuhan, bahkan kita sendiri juga seringnya lupa kalau bertuhan, banyaknya kasus korupsi yang terungkap bukannya mengeliminir tindakan korupsi tersebut, yang terjadi adalah malah menghebatnya kasus-kasus korupsi yang menunjukkan bahwa Tuhan serasa hilang dibenak kita. Saya katakan kita, sebab diam-diam terkadang kita pun turut bermental maling, "mumpung ngg'ada yang lihat nyuri dulu ah..." atau "... maksiat dulu lah..."

Lebih lanjut dari trisila ini menurut Soekarno juga masih dapat diperas menjadi eka sila: gotong royong, inilah inti dari pancasila yang telah disepakati lahir pada tanggal 1 Juni 1945. Sebagaimana semboyan yang melekat pada lambang Negara garuda pancasila yaitu “bhineka tunggal ika” yang lengkapnya “bhineka tunggal ika, tan hanna dharma mangrwa” yang berarti “berbeda-beda tetapi tetap satu jua, tidak ada kebenaran yang mendua” atau berbeda tapi tetap satu, gotong royong yang utama.

Demikian nasionalisme Indonesia yang seharusnya berbeda dengan nasionalisme Eropa, nasionalime yang tidak hanya sekedar kebanggan dan rasa cinta tanah air semata, tapi nasionalisme yang atas dasar kegotong royongan, yaitu nasionalisme yang memperjuangkan perbaikan hidup sesama.