Tanpa sengaja saya pernah nulis judul pada blog pribadi saya Mencari Indonesia, misi saya dalam blog ini adalah mengalahkan pamor Gus Dur dan Franz Magnis-Suseno yang menurut saya sudah keterlaluan pandainya dalam menulis, minimal bisa mengimbangi mereka dan blog ini jadi ajang latihan dengan target sehari satu judul tulisan. Semoga.
Salah satu judul dalam blog tersebut adalah "Membangun kembali peran negara melalui pendidikan" saya tulis juga sebagai bentuk dukungan terhadap keputusan MK membubarkan RSBI/SBI. Tanpa sengaja memang saya tulis judulnya, maksudnya tanpa saya berpikir dulu sebelumnya. Barusan saja saya berpikir tentang judul tersebut "membangun kembali peran negara melalui pendidikan".
Membangun kembali peran negara, kembali, berarti sekali lagi, yaitu membenahi kembali peran negara yang pernah ada. Peran negara adalah keharusan untuk menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat. Dikatakan "kembali" dalam "membangun kembali" yang sepertinya (dan memang) peran negara yang pernah ada ini hilang atau hancur.
Bagaimana bisa? Tentu, meninjau kembali pelaksanaan liberalisme-kapitalist yang mempersyaratkan kecilnya peran negara dan sebesar-besarnya peran pasar. Kapitalisme menganggap peran negara sebagai rintangan bagi kelanggengan sistem, maka peran negara harus dihabisi, dimana negara melaksanakan demokrasinya hanya sebatas pada kehidupan politik, diluar politik adalah kehidupan yang menjadi hak dan tanggung jawab masing-masing individu. Terdapat ciri dan peluang individualist disini.
Peran negara habis, pun juga kewibawaan negara tergerus oleh pasar dimana masyarakat menggantungkan hidupnya pada pasar dengan kata lain ada atau tidak negara bukanlah suatu persoalan, tidak berpengaruh apapun terhadap masyarakat.
Kehadiran investor asing sangat diharapkan ketika negara hendak menyelenggarakan pembangunan, pembangunan disegala bidang yang sebenarnya diharapkan tidak berjalan, orientasinya hanya pada pembangunan fisik, non mental. Yang terjadi kemudian adalah untuk menarik investor asing diupayakan penyediaan tenaga kerja murah, memang sangat sulit untuk menyediakan tenaga kerja murah dan tentunya tenaga kerja yang tidak banyak memiliki tuntutan.
Tenaga kerja murah tadi dapat dibentuk dari penumpukkan tenaga kerja yang tidak tertampung di dunia kerja, pengangguran, munculnya pengangguran ini sendiri adalah dari kejadian "over load" yang pada akhirnya mematikan potensi masyarakat untuk mengisi kebutuhan penyediaan tenaga kerja murah tadi.
Pengangguran meningkat bisa terjadi dengan beberapa sebab, disini saya kemukakan dua sebab, yang pertama adalah sebagaimana telah dijelaskan diatas yaitu menciptakan tenaga ahli dengan jumlah besar sedang kesempatan kerja sangat sempit. Bisa juga dengan penciptaan tenaga tanpa keahlian, misalnya saja hanya modal ijazah tanpa keterampilan. Dan tentunya semua itu harus membidik sektor pendidikan.
Pendidikan memiliki peran cukup penting dalam pembangunan, sekolah adalah wadah perubahan. Bagaimanapun sekolah adalah tempatnya manusia untuk berubah, dari tidak bisa menjadi bisa dan dari tidak tahu menjadi tahu. Berubah.
Nah, dari pentingnya pendidikan inilah yang sebenarnya juga menempatkan sekolah maupun perguruan tinggi sebagai benteng dari proses dehumanisasi, sepanjang pelaksanaannya malah sering menciptakan robot-robot yang harus siap dioperasikan. Saya kata robot sebagai gambaran keterasingan manusia.
Tidak cukup hanya sampai disitu, dengan diperkecilnya peran negara dan peran pasar yang semakin besar, pun ternyata juga telah menjebak pendidikan kedalam pasar. Dimana warga negara hanya dipandang sekedar sebagai konsumen, bahkan kalaupun MK tidak segera membubarkan RSBI/SBI yang nyata-nyata hanya sekedar sebagai "brand image" untuk menambah nilai jual yang pada akhirnya juga tidak terbeli oleh masyarakat yang sampai kini masih dianggap sekedar sebagai konsumen.
Berlakunya hal-hal sedemikian itu pada dasarnya juga turut menghabisi peran negara dengan keikut sertaan pendidikan dalam membentuk suatu masyarakat yang berdasarkan kelas. Padahal berdirinya negara ini adalah tindak lanjut dari kesepakatan masyarakat untuk hidup menjadi satu bangsa. Negara bangsa.
Negara bangsa tentunya bukan suatu masyarakat yang terdiri atas kelas sosial, tapi mewujud pada kesederajatan. Ya semoga saja tulisan saya ini hanyalah suatu prasangka yang berlebihan, semoga, kalaupun bukan, ya semoga pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat dapat segera membenahinya. Kita membutuhkan pendidikan yang memanusiakan manusia dimana pendidikan mampu menyadarkan-memperkenalkan kemanusiaan kepada manusia untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas dan bermartabat. Semoga.