Tanpa Pancasila, negara akan bubar. Pancasila adalah seperangkat asas dan ia akan ada selamanya. Ia adalah gagasan tentang negara yang harus kita miliki dan kita perjuangkan. Dan Pancasila ini akan saya perjuangkan dengan nyawa saya (Gus Dur)

Sabtu, 03 Maret 2012

kekerasan dalam varian budaya


Membicarakan kekerasan sama halnya dengan membicarakan sejarah manusia, sejarah selalu diwarnai dengan kekerasan, atau bahkan kekerasan itulah sejarah manusia yang juga diawali dengan kekerasan, sebagaimana kisah Habil dan Qabil yang cukup menggambarkan tindak kekerasan awal manusia terhadap sesamanya, berlanjut juga dalam epose Mahabarata. Dan bahkan kekerasan telah pula digambarkan sebelum manusia diciptakan.
Sesuai dengan Firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 30.

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”

Gambaran dimana malaikat mulai mempertanyakan penciptaan manusia yang mereka ketahui hanya akan berbuat kerusakan, seakan terdapat prediksi dari akibat-akibat perbuatan manusia yang memiliki catatan panjang tentang tindak kekerasan. Tapi, toh malaikat harus tunduk dengan jawaban yang cukup memuaskan: bahwa hanya Tuhanlah yang mengetahui rahasia maksud dari penciptaanNya.

Dari tulisan ini, bukan bermaksud untuk memvonis bahwasannya kekerasan adalah sifat dasarnya manusia. Bukan. Hal tersebut tidak manusiawi dan terlalu sederhana untuk memandang manusia yang kompleks. Pun dalam kajian ilmu sosial juga telah terdapat usaha untuk menganalisis kekerasan dari beragam sudut hingga sempat melibatkan ilmu psikologi bahkan biologi untuk mengkaji kekerasan.

Tulisan kali ini coba membedah kekerasan yang muncul dari varian-varian budaya yang memang cukup populer akhir-akhir ini, kemajuan teknologi tidak hanya mempermudah manusia dalam mengakses informasi tapi juga membuka jalan yang mudah bagi proses asimilasi dan akulturasi, yang juga tidak hanya membuka peluang persaingan antar ragam budaya, tapi juga telah memunculkan varian-varian budaya hasil refisi sekaligus adaptasi.

Ah, terlalu rumit, belum lagi terjawab persoalan kekerasan malah dibingungkan dengan pembahasan budaya, memang tidak cukup hanya dengan menyebut sub-cultur untuk budaya-budaya kecil, sebab pada kenyataannya dari sub-cultur tersebut telah pula memunculkan sempalan-sempalan yang dapatlah dikatakan serupa tapi tak sama.

Ambil contoh komunitas punk yang cukup digemari pemuda-pemuda liberal di jalanan, dari sub-cultur yang satu ini telah muncul beberapa sub lagi yang sejenis, seperti crusty punk, punk street, dan sebutan-sebutan lain untuk para pengagum musik dan gaya hidup impor ini. Lain waktu ada kemungkinan pemuda-pemudi kita menyumbang satu nama lagi, mungkin ndeso punk atau apapun untuk menyatakan anti kemapanan.

Kembali pada kekerasan, menurut perspektif sosiologis, kekerasan muncul dari kefrustasian, terhambatnya saluran-saluran untuk pemecahan suatu masalah. Tentu kita tidak harus selalu bersandar dengan pandangan seperti ini sebab sebagaimana ‘kejahatan’, kekerasan bisa saja terjadi karena adanya kesempatan.

Johan Galtung, seorang pakar kriminologi memiliki pendapat kekerasan terjadi bila manusia dipengaruhi sedemikian rupa sehingga realisasi jasmani dan mental aktualnya berada di bawah realisasi potensialnya. Dengan kata lain bila yang potensial lebih tinggi dari yang aktual, maka ada kekerasan. Realisasi potensial ialah apa yang mungkin untuk diwujudkan sesuai dengan tingkat wawasan, pengetahuan, sumber daya dan kemajuan yang dicapai oleh jamannya. Penyalahgunaan hal-hal tersebut untuk tujuan lain atau dimanipulasi oleh sekelompok orang berarti ada kekerasan.

Dari sini muncul penggunaan istilah kekerasan untuk menggambarkan suatu perilaku, baik terbuka, tertutup, menyerang maupun bertahan yang disertai penggunaan kekuatan terhadap orang lain. Kekerasan terbuka adalah kekerasan yang dapat dilihat, seperti perkelahian. Kekerasan tertutup adalah kekerasan yang tidak secara langsung, seperti mengancam. Kekerasan agresif adalah kekerasan yang dilakukan untuk mendapatkan sesuatu .Kekerasan defensive adalah kekerasan yang dilakukan untuk perlindungan diri(http://nilaieka.blogspot.com/2009/05/teori-kekerasan.html). Begitupun dengan kekerasan secara kolektif dan bentuk-bentuk terorisme. Jadi tidak lagi semata penggunaan kekuatan fisik, tapi juga efektifitas upaya-upaya pemaksaan gagasan dan nilai-nilai katakanlah upaya dominasi yang pada dasarnya hanyalah bentuk isolasi diri.

Dari sini muncullah asumsi yang membatasi kesadaran seseorang terhadap kemanusiaan, seakan hanya terbatas pada: ‘golongan kita’ dan ‘golongan bukan kita’ lebih jauh lagi dengan sebutan ‘golongan musuh’. Ini merupakan situasi yang sangat potensial bagi munculnya kekerasan, yang sekali lagi tidak hanya dalam bentuk fisik, tapi dalam beragam bentuk, bukankah dengan berkata-kata seseorang juga dapat melakukan kekerasan?.

Kecenderungan semacam ini tidak saja dimiliki oleh agen budaya yang dominan, tapi juga oleh sub-cultur yang muncul akibat ketidak sepakatannya dengan gagasan dan nilai-nilai yang ~ selalu saja dipaksakan oleh budaya yang dominan.

Untuk itu kiranya perlu mendiskusikan berulang-ulang tentang nilai-nilai, tentang baik dan buruk dengan tidak saling mengisolasi diri apalagi membebani dengan penggolongan-penggolongan yang pada dasarnya tidak manusiawi. Toh essensi manusia sama, yang berbeda hanyalah dalam superfisialnya saja tentang apa yang disenangi. Dan tak perlu untuk menciptakan permusuhan jika sekedar masalah senang dan tidak senang, dan upaya pemaksaan gagasan hanyalah tindakan ideologis yang mengingkari kemanusiaan.

Akhirnya adalah harapan untuk melaksanakan “bhineka tunggal ika, tan hanna dharma mangrwa” dengan semangat pluralism tanpa ada upaya untuk memanipulasi ke’bhinekaan’ itu sendiri. Salam punakawan berdaulat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar