Tanpa Pancasila, negara akan bubar. Pancasila adalah seperangkat asas dan ia akan ada selamanya. Ia adalah gagasan tentang negara yang harus kita miliki dan kita perjuangkan. Dan Pancasila ini akan saya perjuangkan dengan nyawa saya (Gus Dur)

Rabu, 07 Maret 2012

Mewah belum tentu istimewa

Memang bukan semangat saya untuk selalu berfoya-foya, tapi terkadang ada juga keinginan untuk mencoba, minimal menikmati beberapa hal mewah, semisal rokok Dji Sam Soe premium yang lebih dikenal dengan istilah 'reffil' atau 'nyruput' kopi luwak yang konon katanya punya kelas tersendiri di Eropa sana~jangankan di Eropa, di tanah air saja seakan jadi minuman khas para raja dengan harga yang seperti itu.

Meskipun pikiran saya memberontak dengan gagasan "tidak hanya para raja saja yang dapat menikmati keistimewaan dalam alam demokrasi" tapi kenyataan toh punya cerita lain, dan saya harus bersepakat dengan kenyataan. Jelata dalam sejarahnya selalu saja berada dalam bentuknya yang susah tanpa keistimewaan.

Kopi luwak per 100 gramnya bisa didapat dengan ongkos dua ratus ribu, sedang untuk Dji Sam Soe 'reffil' dengan harga sekitaran tiga belas ribu perbungkus, hal semacam ini sudah terlanjur mewah buat orang seperti saya yang biasanya juga menikmati segalanya dengan 'ala kadarnya'. Toh saya pun harus selalu berusaha menjadi orang yang beriman, saya dapati dari buku "Ikhlas Tanpa Batas" terbitan Zaman bahwasannya iman itu terdiri dari "separonya itu sabar dan separo yang lain adalah syukur".

Beruntung atau mungkin kebetulan saya dapat menikmati keduanya secara bersamaan, jadi semacam obat rindu untuk menikmati kemewahan ditengah kesempatan yang semakin sempit ini. Bahagia juga rasanya, sembari berharap dalam hati semoga kelak dapat terulang kembali hal yang sedemikian.

Ceritanya begini, karena kadung pinginnya menikmati hidup saya beli saja rokok Dji Sam Soe premium dengan sedikit uang honor bulan ketiga ditahun 2012 ini, ya sepulang kerja saya langsung menuju kios rokok dengan harapan yang berlebih untuk segera menikmati, setelah itu saya langsung pulang, waktu itu lagi "nggak pingin yang lain" hanya ingin bersantai di rumah dengan menghisap 'reffil'.

Belum sempat membuka bungkusnya sudah ditawari satu sasetan kopi bubuk oleh adik saya, bungkusnya dari kertas karton bergambar biji kopi dan seekor "luwak!", terkejut juga hati ini mendapatinya, terbayang pula sedap aromanya.

Sambil nunggu air mendidih saya sulut sebatang sam soe reffil, khas sensasinya meruang dalam sanubari para penikmat kretek seperti saya. Berselang kemudian setelah saya racik kopi luwak, saya duduk menyendiri di kamar, sedikit mencicipi kopi luwak yang sebelumnya 'menggeber' aroma khas dari cangkir saya. Nikmat, serasa menghadirkan surga kedalam kamar saya, inilah raja sehari pikir saya.

Ada keinginan untuk coba menikmati secara bersamaan, tidak akan saya sia-siakan hak istimewa yang kali ini saya dapatkan, hisap sam soe reffilnya bersambung dengan 'nyruput' kopi luwak. Rusak, sensasi kretek sekaligus aroma kopi hilang, tidak ada yang istimewa jadinya. Lewat begitu saja.

Saya coba lagi, tetap saja tidak ada yang istimewa. Selanjutnya saya pikir lebih baik dilakukan dengan cara bergantian, sensasi kenikmatan juga belum kembali, tetap sama, tidak ada yang istimewa.

Sadar saya seketika, percobaan pesta demokrasi telah menemui kegagalan dalam diri saya, sensasi kenikmatan kretek yang diwakili sam soe reffil dengan sensasi kenikmatan kopi luwak saling bertabrakan, tidak ada kesepakatan, masing-masing pihak berusaha untuk mendominasi tanpa ada rasa gotong royong dan asas musyawarah mufakat. Pun saya pikir memang~jika kembali pada keseharusan, demokrasi itu dibangun dengan kegotong royongan, bukan dengan upaya saling mendominasi dan saling jegal, jika itu terjadi maka rusaklah bangunan demokrasi itu.

Demikian dari pengalaman menikmati sensasi rokok kretek dan kopi luwak saya temukan bahwasannya segala yang mewah itu belum tentu istimewa, bisa jadi malah merusak nikmat keistimewaan itu sendiri. Salam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar